Kamis, 24 Desember 2015

December Without Rain

Apa yang terlintas dalam pikiranmu mengenai bulan Desember?

Dalam pikiranku hanyalah hujan. Hujan selalu akan mewarnai hari-hariku di bulan Desember. Bersama hujan, aku larut dalam masa lalu yang tak pernah mampu untuk aku hapus. Semua berakhir di bulan Desember, lima tahun lalu. Aku kira, aku telah mampu berjalan melewatinya, tapi setiap berada di bulan Desember, aku menyadari bahwa aku larut bersamanya.

Hari ini, hujan kembali menyapaku. Hujan membuatku untuk bertepi sejenak. Hujan hari ini disertai dengan kilatan cahaya di langit. Aku berdiri di emperan ruko, dan memandang langit yang ditutupi awan gelap. Aku selalu takut dengan peristiwa hujan petir. Pikiranku membawaku pada masa ketika aku masih kecil. Mama dan aku menerjang hujan badai saat mendengar adikku mengalami kecelakaan. Ketika kami sampai di rumah sakit, Ayah dan kakakku menangis. Adikku meninggal. Tepat di bulan Desember, saat terjadi badai, tiga belas tahun yang lalu.

Aku tak pernah membenci bulan Desember dan hujan. Aku hanya berharap aku bisa melewati bulan Desember dan hujan dengan baik. Aku berharap aku tak akan melewati bulan Desember dengan airmata dan kesedihan. Aku ingin merasakan kebahagiaan di bulan Desember. Sekalipun tak bisa aku rasakan kebahagiaan, mungkin aku bisa menjalani bulan Desember seperti bulan Januari, Februari, Maret, April atau bulan-bulan lainnya.

Handphoneku bergetar. Sederet huruf terangkai indah menjadi sebuah nama.

"Kamu dimana?"
"Aku berteduh di jalan, kak.."
"Semua baik-baik saja kan?"
"Iya.."
"Jam berapa kamu sampai kemari?"
Aku melihat jam di tanganku dan berhitung antara rute dan waktu tempuh.
"Sekitar jam 3, kak.. Itu pun jika hujan segera berhenti.."
"Baiklah... Angel sudah disini.. Dia menunggumu..."
"Iya kak.. Aku akan segera sampai sana secepatnya..."

Angel..
Nama yang akan selalu mampu membuatku tersenyum.

Hujan sudah mulai mereda. Aku memaksakan diriku menerjang hujan. Aku merindukan gadis bernama Angel.

*****

Aku berada di sini, dan menggendong Angel.

Hari ini adalah peringatan tiga belas tahun kepergian adikku. Kami selalu merayakannya setiap tahun. Mama berdiri di ujung, dengan ekspresi yang sama, kesedihan. Beliau adalah orang yang masih belum bisa iklas menerima kematian adikku. Tiga belas tahun aku selalu melihatnya bersedih, tak memiliki semangat, dan selalu tampak murung. Beliau selalu merasa beliaulah yang menjadi penyebab kematian adikku, dan tidak bisa menjaga adikku dengan baik.

*****

Kakakku memasuki kamarku, setelah Angel tertidur pulas.

"Aku tadi melihatnya bersama pacarnya.."
"Oh...."
"Apa kamu baik-baik saja, jika aku bicara tentang dia?"
"Ceritakanlah..."
"Aku tadi melihatnya bersama pacarnya. Dia terlihat bahagia. Itu yang mataku saksikan. Tapi mungkin tidak dengan hatinya dan hidupnya.."
"Kenapa?"
"Orang boleh tertawa, tapi semua itu terlihat dari matanya.."
"Jangan menghiburku, kak... Aku akan baik-baik saja disini.."
"Bagaimana dengan Angel?"
"Angel baik-baik saja.."
Sejenak kami terdiam, dan berbicara dengan pikiran kami masing-masing. Aku melihat Angel yang terlelap dan tersenyum melihatnya..
"Kak, aku tidak pernah menyesal dengan apa yang telah terjadi dalam hidupku. Aku bahagia dengan hidupku, dan semua akan berjalan baik-baik saja. Aku belajar mengasihi walaupun aku terluka.. Aku pernah mendengar tentang unconditional love, cinta tanpa syarat.. Aku harus melalui semua ini, dan aku terima semua yang terjadi dalam hidupku sebagai bagian dari proses yang Tuhan ijinkan terjadi dalam hidupku. Jadi, kakak tak perlu khawatir ya... Aku lebih kuat dibanding dengan apa yang kakak pikirkan.."

Itulah percakapan terakhir sebelum kakakku pergi untuk melanjutkan pendidikannya. Aku mengetahui bahwa ia menyayangiku, karena aku adalah adik semata wayangnya. Dia tidak memiliki adik selain diriku. Aku bersyukur memilikinya.

*****

Di penghujung akhir Desember, aku menghabiskan waktuku dengan Angel. Berlibur dan bermain. Aku tak ingin membuang kesempatan untuk bersama malaikat kecilku.

Hari itu, kembali turun hujan badai. Aku memutuskan untuk bertepi. Memasuki cafe bersama malaikatku. Memilih sebuah meja yang nyaman. Memesan menu yang disukai oleh Angel. Mengobrol dengan si kecil. Tertawa dengan malaikatku.

Aku merasa ada mata yang mengawasiku. Dan kutemukan mata pengawas itu. Mata kami beradu pandang. Aku merindukannya. Merindukan mata itu. Selama ini, aku menghindarinya dan berharap tak lagi bertemu dengannya. Karena pertemuan dengannya akan membuka luka yang pernah ia goreskan. Aku ingin segera pergi dari sini, membawa malaikatku jauh-jauh dari dia.

Hujan telah reda. Aku ingin secepatnya keluar dari sini.
Ketika aku melihat malaikat kecilku, aku melihat kepolosannya. Pikiranku saling beradu pendapat. Muncul kebimbangan. Aku tahu bahwa kali ini aku sedang diproses.
Aku mengajak Angel berjalan mendatangi pria itu..

"Hay mas.. sudah lama tak bertemu.."
Pria itu kaget melihat keberanianku menghampirinya, dan wanitanya seperti terkejut.
"Hay.. kamu apa kabar?"
"Baik.. baik sekali... hm... aku hanya ingin menyapa kalian saja.."
"Oh.. iya..."
"Eh.. Iya, mas.. kenalkan ini Angel.. Angel ayo salaman sama oom dan tante.."
"Hallo oom.. Hallo tante.." sapa Angel dengan polos. Aku melihat jelas dari matanya keingintahuan, dan matanya telah terduplikasi pada mata Angel.
"Angel?" tanyanya.
"Iya... Angel adalah anakku, mas... Dialah malaikat kecilku yang membuatku terus bertahan untuk hidup sampai detik ini.."
"Anak? Kamu sudah menikah?"
Aku hanya bisa tersenyum, "Ya sudah ya mas.. kami harus pergi dulu.. Mama papa sudah menunggu di rumah.. Angel ayo kasih salam..."

Aku sudah memperkenalkannya pada anakku, dan anakku pun sudah melihat ayahnya. Peristiwa ini terjadi di bulan Desember tahun ini, setelah hujan badai.

Angel usia 4 tahun. Lahir dalam kondisi normal, dan dialah hadiah yang pria itu berikan padaku. Aku tak pernah membenci pria itu, sekalipun dia selingkuh dengan wanita itu. Wanita yang telah ia pacari lima tahun yang lalu. Pria yang memutuskan hubungan dengan berbagai alasan, dan meninggalkanku dalam kondisi hamil. Meninggalkanku demi wanita itu. Aku tak pernah membencinya, tetapi aku semakin mencintainya karena dia meninggalkanku dan menghadiahiku seorang malaikat. Dia tak perlu tahu tentang malaikatku, dia cukup tahu bahwa aku baik-baik saja dan bahagia bersama malaikat yang dia berikan padaku.

Aku berhasil mengiklaskannya, di bulan Desember tahun ini dengan suasana hujan badai.
Aku pun masih berharap akan menemui bulan Desember tanpa hujan...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar