Senin, 25 Januari 2016

Cinta yang terbang


Dia berjalan dari pintu kedatangan membawa troller berisi beberapa koper dan tas. Berjalan dengan langkah yang besar, seperti biasa. Dia memiliki langkah kaki yang panjang dan cepat. Terkadang aku malas berjalan beriringan dengannya. Aku selalu tertinggal di belakang. Dia terbiasa berjalan kaki, panjang dan cepat. Dan aku tak pernah bisa menyamai langkah kakinya itu.
Dia berjalan, dan kepalanya melingak-linguk mencari-cari seseorang. Aku disini, duduk diam dan menunggunya menemukanku. Beberapa kali aku melihatnya melihat jam dan handphone. Melinguk mencari keberadaanku. Aku berada tak jauh darinya, duduk di barisan depan kursi samping pintu kedatangan bandara. Ia masih tak bisa menemukanku.
Aku memutuskan menyerah.
Aku berdiri dan berjalan menghampirinya. Dia masih tak melihatku berjalan ke arahnya, hingga aku menyapanya.
"Kau sudah menunggu lama?" tanyaku.
"Kamu dimana? Aku mencari-carimu.. Aku baru saja sampai.."
"Aku duduk disana, di barisan depan.. Dan kau tak melihatku.." balasku.
"Ohh..." jawaban yang kuterima darinya. Jawaban yang selalu terlontar dari mulutnya ketika dia sudah tidak punya alasan lain.
Kami berjalan menyelurusi lorong bandara menuju ke tempat parkir. Seperti biasa, diberjalan lebih cepat dengan langkah panjangnya. Sementara aku tertinggal di belakang. Dia menyadari bahwa aku tertinggal belakang, dia menoleh dan berhenti menungguku menyusulnya. Setelah aku berada disampingnya, kami kembali berjalan bersama. Dia mencoba memelankan langkahnya.
"Semua baik-baik saja?" tanyanya mencairkan suasana beku diantara kami.
"Baik.. Baik-baik saja.." jawabku singkat.
Kemudian mulai bercerita pengalamannya bertemu penyanyi ibukota di pesawat tadi. Penyanyi yang lagu-lagunya aku putar di mobil saat mengantar dia ke bandara bulan lalu. Penyanyi yang aku suka sejak aku masih SD, dan kali ini dia mendapatkan kesempatan bertemu dan berfoto bersamanya.
Yah.. dia selalu bercerita tentang dirinya sendiri. Mimpinya. Keinginannya. Harapannya. Pengalamannya. Tapi dia tak pernah menceritakan masalahnya, kesedihannya.

Kami mampir di sebuah restoran. Dia mengeluh kelaparan dan belum makan. Katanya makanan di bandara terlalu mahal untuk orang sepertinya. Dia masih bercerita tentang apa yang dikerjakan selama ia di kampung halaman. Aku yakin bahwa dia akan bercerita pada seribu temannya tentang petualangannya di kampung halaman. Tak ada yang istimewa yang dia bagikan padaku, karena dia melakukannya juga pada seribu temannya.
Aku duduk di sampingnya. Aku melihat matanya. Entahlah.. aku melihat mata itu tak lagi memancarkan cinta padaku. Entah kemana perginya cinta di matanya itu untukku. Aku pernah melihat mata yang serupa dengan itu. Mata pria masa laluku. Mata yang tak lagi memancarkan cinta dan kekaguman padaku. Mata yang tak lagi melihatku sebagai satu-satunya gadis yang ingin dimilikinya. Mungkin sudah saatnya aku melepaskan pria yang tak lagi mencintaiku.
Yah.. aku hanyalah petualangan cintanya. Suatu saat dia akan berhenti bertualang, dan mendapat wanita yang lebih baik. Dan suatu saat, aku pun akan berhenti menunggu. Menunggu seseorang yang yang sedang mencari wanita aneh sepertiku.
Pria dalam masa laluku pernah mengatakan bahwa aku butuh seorang pria yang siap mendengar ocehanku, omelanku dan tahan melihat keanehanku. Tetapi bagiku, aku membutuhkan seorang pria yang mau berjalan seiring denganku, mau berdebat berbagai hal denganku, mau bertengkar karena masalah apapun, tetapi tetap memutuskan untuk bersamaku dan tidak berpikir meninggalkanku. Karena aku tak akan kembali pada seseorang yang berpikir dan bahkan meninggalkanku.

"maka dapat kupastikan jika kau bersamaku, duniamu akan lebih berwarna... Aku tak ingin sejalan, aku hanya ingin berjalan beriringan, bukan digiring..."