Jumat, 25 Desember 2015

December without Rain 2


Apa yang selalu ada di benakmu mengenai bulan Desember?

Di dalam benakku hanya ada hujan. Diakhir November sudah disambut dengan hujan, dan mungkin akan berlangsung hingga Januari. Aku berharap tahun ini bulan Desember kulalui tanpa hujan. Aku tidak pernah membenci hujan di bulan Desember, aku hanya ingin menghindarinya saja. Tak ingin bertemu atau bahkan hanya sekedar menyapanya.

Setahun sudah berlalu sejak aku membawanya pada ayahnya, dan memperkenalkan ayahnya padanya. Sekalipun tak pernah kusebutkan bahwa mereka adalah ayah dan anak. Mungkin sebaiknya mereka tidak saling mengetahui bahwa mereka adalah ayah dan anak.

Angel, usianya saat ini 5 tahun.
Sudah 6 tahun berlalu sejak ia memutuskan meninggalkanku, di bulan Desember. Kenangan itu masih jelas dalam ingatanku. Setiap detail perkataannya aku masih mengingatnya. Tak ada kata apapun yang bisa kuucapkan. Aku hanya terdiam di hadapannya, tidak berkata dan tidak menangis. Hanya terdiam.

Kenangan itu kembali tersenyum padaku.
Hari ini. Bulan Desember. Dan turun hujan.

Suara pintu kamarku di ketuk pelan.

"Kak..." aku melihat kakakku berdiri di depan pintu kamarku.
"Hay... semua baik-baik saja?" yah... aku selalu mendengar pertanyaan yang sama dari mulutnya.
"Ya... semua baik-baik saja.. Ada apa?"
Dia hanya menunjukkan undangan ditangannya. Aku bisa melihat sekilas namanya yang tertera di undangan itu..
"Dia memutuskan untuk menikah, kak?"
Tak ada jawaban. Aku mengambil undangan itu dari tangannya. Tidak ada hal yang bisa aku katakan.  Aku tidak tahu apa yang harus aku perbuat. Dia bahagia dengan wanita pilihannya. Apakah aku harus menghancurkan kebahagiaannya?
"Oh... Baiklah... aku akan datang ke acaranya..."
Kakakku di depanku menatapku dalam. Seolah ada yang ingin disampaikannya, tapi kata-kata itu tak bisa keluar dari mulutnya. Kakakku hanya menatapku dalam.
"Aku baik-baik saja kak... Kau harus mempercayaiku kak..."
"Dia tadi datang memberikanku undangan, dan menitipkan undangan itu untukmu dan suamimu...?"
Suamiku? Ah... Setahun yang lalu...
"Setahun lalu aku dan Angel bertemu dengannya.. Dia mengira jika aku telah menikah, dan Angel adalah anakku dan suamiku.."
"Tak ada penjelasan apapun?"
"Tidak, kak... Tak perlu aku membuang-buang waktuku untuk menjelaskan hal yang tak patut aku jelaskan.. Tak perlu membuang-buang waktu untuk menjelaskan padanya toh mungkin dia tidak akan mendengarnya... Tak perlu membuatnya bimbang, sementara saat ini dia telah bahagia..."
"Bagaimana dengan nasibmu?"
"Aku akan selalu baik-baik saja kak... Aku punya Angel, dan aku bahagia..."

Semua akan baik-baik saja.. Semua hal akan berlalu, baik itu kesedihan, kebahagian dan semua akan berganti dengan kisah yang baru. Aku bisa melalui enam tahun dengan berproses untuk tetap bahagia, semua datang silih berganti dan aku bisa melaluinya, maka aku bisa melalui kisah ini dengan baik pula. Semua akan berlalu..

*****

Siang ini, hujan kembali menyapaku. Aku duduk menikmati secangkir coklat hangat di sebuah Cafe. Pagi ini kakakku menelponku dan mengajakku makan siang. Sesuatu yang aneh memang, karena dia tak pernah sekalipun mengajakku untuk makan siang.
Serombongan anak muda duduk di bagian ujung cafe, bagian yang berseberangan jauh dengan tempatku. Mereka tertawa riang, beberapa merokok, dan beberapa sibuk dengan laptopnya. Aku teringat masa mudaku dulu ketika aku dan teman-teman sibuk dengan kegiatan kampus. Berkumpul hanya untuk berdiskusi tugas kampus, dan bergosip ria. Sayangnya semua telah berlalu dan aku belajar mengiklaskan apa yang telah kulalui. Semua akan berlalu.. pasti berlalu.. cepat atau lambat...

Lamunanku terhenti ketika aku melihat sosok pria yang tak asing bagiku berjalan menghampiriku. Seharusnya aku tak perlu sekaget itu. Seharusnya sudah bisa kutebak makna dibalik makan siang ini. Aku seperti terperangkap. Perangkap yang memaksaku untuk tetap menghadapinya.

"Hay..." sapanya.
"Hay... kenapa kamu disini, mas?"
"Aku yang meminta kakakmu untuk bisa bertemu denganmu.."
"Oh..."

Dia duduk tepat di depanku. Aku melihat matanya, dan aku menyadari bahwa aku merindukannya. Seandainya aku bisa aku ingin memeluknya dan mengatakan "jangan pergi lagi dariku.." tapi aku tahu bahwa dia bukan lagi milikku. Entah kepada siapa hatinya telah diserahkan, tetapi yang pasti itu bukan aku.

"Ada apa, mas?" aku masih seperti dulu, wanita yang tak pernah bisa berbasa basi.
"Kapan kamu menikah?"
"Kenapa kamu bertanya seperti itu?"
"Jawab saja, kapan kamu menikah?" yah.. dia masih sama, tidak pernah bisa berbasa basi sama seperti diriku.
Aku menghela napas panjang. Matanya menatapku tajam. Mungkin inilah saatnya..
"Aku belum menikah, mas.."
Aku bisa merasakan kebimbangan di matanya. Ada kekecewaan dan ketakutan.
"Jadi siapa Angel?" tanyanya dengan suara bergetar.
"Angel anakku, usianya 5 tahun.."
"Anakmu? 5 tahun?"
"Iya.."
"Siapa ayahnya?"
Aku tak ingin menjawabnya. Jawabanku akan melukainya, tapi sorot matanya menunjukkan keingintahuan besar. Aku terdiam cukup lama, berusaha tidak ingin menjawabnya..
"Tolong katakan siapa ayah Angel?"
Semua akan baik-baik saja.. Semua akan berlalu..
"Ayahnya adalah orang yang baik, mas. Ayahnya adalah sosok yang mencintai anak-anak. Sekalipun ayahnya adalah makhluk yang tidak bisa kupahami dan kumengerti tapi dialah pria yang kucintai. Aku bersyukur enam tahun yang lalu dia pergi dengan memberikanku hadiah terindah.."
"Aku kah ayah Angel?"
Mata kami saling beradu pandang.
Hari itu. Siang itu. Bulan Desember. Hujan kembali menyapa.

"Bagaimana bisa kamu melewatkan harimu?" tanyanya.
"Karena ada Angel, mas.. Angel menguatkanku. Aku bertahan karenanya"
Kami terdiam sejenak. Aku menyadari kekagetannya mendengar kenyataan selama ini.
"Mas, ketika kamu pergi aku begitu terpuruk dalam kesedihan. Ketika kamu datang dan memperkenalkan pacarmu tepat 2 minggu setelah kita putus, kamu tahu aku terpuruk dan tidak terima. Sebulan setelah itu, aku mengetahui bahwa aku hamil. Aku berusaha berdiri dan bangkit demi bayi yang kukandung. Hingga saat ini, aku masih bisa berdiri tegak karena Angel. Setidaknya ketika kamu pergi, kamu memberikanku hadiah terindah. Terima kasih. Aku tidak ingin menganggu kebahagianmu bersamanya. Aku tidak meminta pertanggungjawabanmu, karena kamu telah memberikan semua yang terindah untukku dan aku berterima kasih atas semua itu. Kamu jangan pernah menyesali apapun yang telah terjadi.. Sekarang kamu harus berbahagia dengan wanita itu.. Tak usah peduli kepadaku ataupun Angel, karena kami lebih kuat dari apa yang kamu bayangkan, mas.."
"Bagaimana jika aku ingin bertanggungjawab sebagai penebusan dosa enam tahun lalu?"
"Tak perlu, mas.. Aku tidak butuh pertanggungjawabanmu.. Tidak ada penebusan dosa.. Bersama Angel, aku bahagia, mas.. Jika suatu saat nanti aku menemukan pria yang mencintaiku sepenuhnya dan mengasihi Angel apa adanya, aku akan menikah dengannya.. Aku menikah karena aku telah menemukan pria yang tepat untukku, pria yang bersamanya, ingin kubuktikan bahwa cinta sejati itu ada. Bukan menikahi pria yang hanya ingin bertanggungjawab karena kesalahan di masa lalu.."
"Bagaimana dengan Angel?"
"Percayalah padaku, jika waktunya tepat aku akan menceritakan pada Angel, dan mungkin suatu saat nanti dia akan mencarimu. Jika saat itu datang, kamu bisa memeluknya, mas.. Aku tidak akan menghalangimu.."
"Bisakah dia tahu saat ini?"
"Mas, apakah wanitamu tahu tentang semua ini?"
"Belum.."
"Aku tidak ingin menganggumu dan wanitamu tentang keberadaan Angel. Angel adalah nyawaku, jadi aku mohon jangan mengambilnya dariku, mas.."
"Kamu sudah melalui semuanya seorang diri.. Kenapa?"
"Aku melihatmu di dalam diri Angel... Maafkan aku... Tapi setelah hari ini, aku tidak akan menganggumu lagi, mas.. Percayalah padaku..."
"Kamu lebih tangguh dari apa yang kupikirkan.. Maafkan aku... Maafkan.."
Kali pertamanya aku melihatnya menangis. Aku ingin sekali mengatakan agar dia tak lagi menangis, menghapus air matanya, dan ingin sekali aku menangis bersamanya. Tetapi hal yang bisa aku lakukan adalah diam melihatnya menangis dihadapanku.
"Semua akan segera berlalu, mas..."

Setelah hari itu, aku memutuskan untuk pergi membawa Angel, menjauh darinya dan tak lagi menganggu hidupnya sampai waktu yang ditentukan itu tiba.

Aku pergi disaat hari hujan di bulan Desember.
Aku berharap tahun depan aku bisa menemui Desember tanpa hujan, bersama malaikatku..
Terima kasih atas hadiah darimu enam tahun yang lalu, mas..
Aku disini masih mencintaimu...
Terima kasih karena kau menjelma dalam diri malaikatku, Angel..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar